Aku ragu pada setiap laki-laki yang berani mengatakan rahasianya padaku;
bahwa dia memiliki rasa kasih sayang yang berlimpah,
lalu berencana untuk membaginya sampai mati hanya denganku.
Dengan segera, secara tidak sadar aku akan menutup segala kemungkinan yang ada untuk mencegah terciptanya relasi; bahkan hanya
untuk sebuah pertemanan yang tulus.
Aku tidak peduli pada perkataan orang-orang yang
menganggapku sombong atau sangat pemilih.
Aku hanya peduli pada hal-hal yang kuanggap baik,
misalnya pada sebuah keputusan untuk tidak melukai perasaan orang lain dengan sengaja dalam
waktu yang lama.
Lagipula aku tidak cantik, tidak pintar
dan tidak memiliki
banyak uang dari orangtua yang kaya raya.
Aku heran pada apa yang sebenarnya kulakukan selama ini,
penasaran pada apa yang ingin kucapai dalam hidup,
mengenai cinta dan
lainnya.
Mungkin aku tersesat terlalu jauh dalam pikiranku sendiri,
tentang konsep-konsep cinta anak sekolahan atau putri kerajaan di buku cerita.
Aku ingat saat duduk di bangku taman kanak-kanak,
pertama
kalinya merasakan pengalaman "senyum-senyum sendiri" sepanjang hari.
Aku ingat saat duduk di bangku sekolah dasar,
pertama
kalinya merasakan tekanan batin yang teramat besar karena tidak punya teman.
Aku ingat saat duduk di bangku sekolah menengah pertama,
pertama kalinya menyadari bahwa dunia itu luas.
Aku ingat saat duduk di bangku sekolah menengah atas,
pertama kalinya memahami bahwa angan-angan tanpa usaha itu omong kosong.
Aku juga ingat saat pertama kalinya kuliah,
diam-diam
berjanji pada diri sendiri untuk tidak tersenyum pada siapapun agar terlihat
seperti orang yang cuek.
Aku meyakini kebenaran tentang konsep:
cinta itu
menyenangkan,
percaya pada orang asing itu sulit,
orang asing ada dimana-mana,
keinginan itu harus ditebus dengan kerja keras,
melindungi diri sendiri itu
penting.
Lalu tiba-tiba aku membayangkan bahwa kebahagiaan akan
segera datang dalam komposisinya yang pas;
tidak lebih dan tidak kurang.
Karena aku selalu khawatir pada perputaran dan keseimbangan,
jika saat ini terlalu senang maka di waktu yang akan datang pasti menjadi terlalu
sedih.
Aku takut dan tidak bisa berbuat apa-apa,
padahal sudah tahu
ingin bahagia tapi tidak berani berusaha.
Aku takut melakukan kesalahan.
Semua kesalahan yang
berkeliaran di pikiranku, misalnya kesalahan yang sama atau kesalahan yang belum pernah kulakukan dan seharusnya bisa kuhindari dari awal tetapi tetap
saja terjadi.
Aku takut pada banyak hal yang menyenangkan
maupun
menyedihkan.
Aku takut menyukai orang yang tidak menyukaiku,
aku takut orang yang kusukai menyukai orang lain,
aku takut disukai orang lain yang tidak
kusukai.
Jika aku menyukai orang yang menyukaiku pun rasa takut itu
tetap ada.
Aku takut dibohongi oleh orang yang menyukaiku,
oleh konsep
yang kuyakini kebenarannya,
oleh diriku sendiri yang percaya bisa membuat orang
yang kusukai tersenyum.
Mungkin orang yang kusukai itu kamu,
memang rasanya aneh karena
kamu adalah orang asing.
Aku takut mengakui bahwa ternyata aku benar-benar
menyukaimu.
Aku takut mengakui bahwa ternyata aku sama sekali tidak pantas; bahkan hanya untuk menyukaimu.
Aku takut ketika nanti kamu berbicara tentang suatu hal lalu
aku tidak mengerti;
mungkin karena belum pernah mendengar atau pernah mendengar
tapi tidak mencari tahu lebih dalam,
aku hanya diam dan tidak bisa mengikuti betapa asyiknya rangkaian alur perbincangan yang ingin kamu lakukan bersamaku.
Aku hanya diam, mungkin tersenyum dan pura-pura mengerti;
atau pura-pura lupa
padahal tidak mengerti sama sekali.
Aku takut peristiwa itu akan sering terjadi
dan kamu mulai curiga
bahwa sebenarnya perasaanmu padaku bukanlah cinta.
Aku
takut menghadapi kenyataan bahwa lambat laun penyesalanmu akan semakin nyata,
lalu dengan raut tidak enak kamu akan berkata lembut padaku sebelum pergi,
"Maaf, sepertinya semua ini sia-sia."
Lalu aku hanya diam, pura-pura tersenyum lalu tertawa.
Awalnya pelan lalu semakin keras, akhirnya terbahak-bahak agar tidak disangka
menangis karena sedih.
No comments:
Post a Comment