29.8.17

Aku

benang-benang kusut
yang terpintal dalam jiwa
menyelusup lubang-lubang
mengarungi angkasa
memungut bintang-bintang
yang mencuri cahaya
dari mataku
dari mulutku
dari telingaku
yang terperangkap kuasa
menyembah bayang-bayang
memaki serpih asa
menimang remang-remang
yang tersulam dalam doa
pada sehelai sutra rajut


22.8.17

Selesai

aku menatap bayangan tangan
jarinya bergerak lamban
meramu tumpukan kertas
ada fotoku tersenyum masam
dan tulisan tentang perpisahan
wajahnya kusut seperti ibu yang
kehilangan anaknya, berkerut-kerut
kugenggam pena hitam miliknya
kugambari kotak kosong serupa rumput
sebagai hadiah untuk meminta restu
tak ada maaf meski ia menyesal
dan doaku terkabul,
rekening tabunganku resmi ditutup
aku pulang dengan selamat
dompetku kekenyangan
urusan sudah selesai

Lingkaran

arus biru di atas kepalaku
berputar-putar seperti gasing
dikelilingi asap putih berantakan
makin cepat makin pusing
gendang telingaku pecah
air mata berteriak
patahan warna-warni
menyusupi angin dingin
lalu gelap dan sepi tumpah
pertanyaan terbit
seperti bulan purnama
aku tak pernah bisa tidur
dikerjai matahari
dan hari sudah pagi
gasing ada lagi
aku mati

13.8.17

170817

toa masjid ramai suara anak-anak
hari sudah siang, lomba-lomba hampir usai
tapi tidurku baru saja dimulai,
tak ada mimpi yang selesai

8.8.17

Parak


dalam kelambu malam
yang disobek-sobek hujan
aku bersembunyi dari mimpi
terbaring layu terhunjam sendu
berkelana menyelami rasa
di gigir urat-urat jiwa

runtuhan ingatanku jatuh
di selangkangan bumi
mati terbakar dendam
dan puing-puing umpatan
berlompatan seperti kilat
yang menyambar kesunyian

aku tanpa bayangan
menadi dalam tubuhmu
tapi tetap napasku membusuk
melayang bersama angan
lalu membunuh kebahagiaan
tiap-tiap manusia kesepian

2.8.17

Pertemuan

tiba-tiba hidupku ramai
seperti lingkaran warna-warni
di antara tumpukan manusia dan hari

berkelindan dalam lagu
merayakan tipuan masa lalu
tak seorang pun tahu

bahwa semuanya sudah berteman
meski tanpa perkenalan